Ustman Bin Affan
a.
Biografi
Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang merupakan
Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin Affan
Al-Amawi Al-Quarsyi, berasal dari Bani Umayah. Lahir pada tahun keenam tahun
Gajah. Kira-kira lima tahun lebih muda dari Rasullulah Saw. Nama panggilannya
Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurrain “yang
punya dua cahaya”.
Sebab digelari Dzunnuraian, karena beliau menikahi dua putri Rasulullah,
yakni Ruqayah dan Ummu Kultsum. Ustman
bin affan terkenal pemalu. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Rasulullah SAW
berkata : “Umatku yang benar-benar pemalu adalah Ustman bin Affan”.
Sebelum memeluk Islam, ia sudah dikenal sebagai
seorang pedagang yang kaya raya. Ia juga mempunyai sifat-sifat mulia lainnya,
seperti sederhana, jujur, cerdas, shaleh dan dermawan. Ketika telah memeluk
agama Islam, pada usia usia 34 tahun bersama Thalhah bin Ubaidilah, selain
dikenal sebagai salah seorang sahabat terdekat nabi, ia juga dikenal sebagai
seorang penulis wahyu. Ia selalu bersama Rasulullah SAW, dan selalu mengikuti
semua peperangan kecuali perang Badar karena Rasulullah SAW memerintahkan
Utsman untuk menunggui istrinya, Ruqoyyah, yang saat itu sedang sakit keras.
1.
Utsman bin Affan
membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham
yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu
beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum;
2. Memperluas
masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya;
3. Beliau
mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan
pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi
tersebut; dan
4. Pada
masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering. [1]
b. Proses Pengangkatan Khalifah
ustman Bin Affan
Menjelang wafatnya Umar bin Khattab, beliau menunjuk
6 orang sahabatnya untuk dicalonkan sebagai pengganti. Mereka adalah Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman
bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah. Keenam orang tersebut disebut sebagai Ahlul
Halli wal Aqdi. [2]
Alasan Umar menunjuk keenam orang tersebut karena ia
merasa tidak sebaik Abu Bakar dalam menunjuk penggantinya, juga tidak sebaik
Rasulullah SAW untuk membiarkan para sahabat memilih pengganti. Maka diambillah
jalan tengah dengan membentuk tim formatur untuk bermusyawarah menentukan
pengganti dirinya
Karena kelompok tersebut beranggotakan 6
orang, maka untuk mencegah terjadinya suara yang sama ketika diadakan voting,
dimasukkanlah Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khattab. Abdullah bin Umar
hanya berhak memilih, namun tak berhak untuk dipilih sebagai khalifah. Dari
hasil voting, terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah selanjutnya. Ia
dipilih pada bulan Dzulhidzah tahun 23 H dan dilantik pada awal Muharram 24 H.
c.
Perkembangan peradaban Islam pada masa Khalifah Ustman Bin Affan
Utsman bin Affan Menjabat sebagai khalifah semenjak
23-35 H atau 644-656 Masehi. Ia merupakan khalifah yang memerintah terlama,
yaitu 12 tahun. Dari segi politik, pada masa pemerintahannya ia banyak
melakukan perluasan daerah islam dan merupakan khalifah yang paling banyak
melakukan perluasan. Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat sebagai
khalifah. Pada masanya, Islam telah berkembang pada seluruh daerah Persia, Tebristan,
Azerbizan dan Armenia. Pesatnya perkembangan wilayah Islam didasarkan karena
tingginya semangat dakwah menyebarkan agama Islam. Selain itu, sikap para
pendakwah Islam yang santun dan adil membuat Islam mudah untuk diterima para
penduduk wilayah-wilayah tersebut.
Selain banyak melakukan perluasan daerah, dari segi
politik, Utsman adalah khalifah pertama yang membangun angkatan laut. Alasan
pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan dengan keinginan untuk
memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang akan
ditaklukkan harus melalui perairan, Utsman berinisiatif untuk membentuk
angkatan laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari
laut. Hal ini semakin memperkuat alasan Utsman untuk membentuk angkatan laut.
Dari segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul
maal, Ustman hanya melanjutkan pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa
sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Namun, pada masa Utsman, Ia dianggap
telah melakukan korupsi karena terlalu banyak mengambil uang dari baitul maal
untuk diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari pemberian uang
tersebut karena Utsman ingin menjaga tali silaturahim. Selain itu, disamping
dari segi baitul maal, Utsman juga meningkatkan pertanian. Ia memerintahkan
untuk menggunakan lahan-lahan yang tak terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi
baitul maal, melanjutkan perpajakan yang telah ada pada masa Umar. Namun
sayangnya, pada masa Utsman pemberlakuan pajak tidak berjalan baik sebagaimana
ketika masa Umar. Pada masa Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam hal
perdagangan, ia banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan
jalan-jalan dan sebagainya.
Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan
berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat
kaitannya dengan perluasan wilayah Islam. Dengan
adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah
tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu, adanya pertukaran
pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu
pengetahuan berkembang dengan baik.
Dari segi sosial budaya, Utsman juga membangun
mahkamah peradilan. Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya
peradilan dilakukan di mesjid. Utsman juga melakukan penyeragaman bacaan Al
Qur’an juga perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi.
Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah
Saw, Beliau memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca
dan menghafalkan Al Qur’an menurut lahjah (dialek) masing-masing.
Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk
agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi.Akhirnya sahabat Huzaifah
bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan bacaan. Utsman
pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin
mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Perluasan
Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah
banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan
Utsman menjadi dua periode, enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang
baik dan enam tahun terakhir adalah merupakan masa pemerintahan yang buruk. Pada akhir pemerintahan
Utsman, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan nepotisme dan tuduhan
pemborosan uang Negara. Tuduhan pemborosan uang Negara karena Utsman dianggap
terlalu boros mengambil uang baitul maal untuk diberikan kepada kerabatnya, dan
tuduhan nepotisme karena Utsman dianggap mengangkat pejabat-pejabat yang
merupakan kerabatnya. Padahal, tuduhan ini terbukti tidak benar karena tidak
semuanya pejabat yang diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu, meski
kerabatnya sendiri, jika pejabat tersebut melakukan kesalahan, maka Utsman
tidak segan-segan untuk menghukum dan memecatnya.
d. Wafatnya Utsman bin Affan Khalifah
Tatkala syubhat-syubhat – yang hakikatnya lemah tersebut – tidak
dapat terbendung maka api kebencian telah menyulut pada hati-hati para
pemberontak. Akhirnya, mereka datang ke Madinah dan mengepung rumah Utsman.
Mereka meminta agar Utsman meninggalkan kekhalifahannya atau mereka akan
membunuhnya.
Namun, Ibnu Umar segera masuk menemui Utsman dan mendorongnya agar
ia jangan sampai menanggalkan kekhalifahannya karena berarti itu telah membuat
sunah yang jelek, sehingga setiap kali manusia tidak menyenangi pemimpinnya,
maka mereka akan mencopot paksa kepemimpinan tersebut. Utsman pun menyadari
bahwa inilah fitnah yang sejak jauh-jauh hari telah diberitakan oleh Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, Utsman hanya bisa bersabar dan menyerahkan urusannya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akhirnya, orang-orang Khawarij tersebut memanjat rumah Utsman, lalu
pedang-pedang mereka mengalirkan darah Utsman yang suci sedang beliau tengah
berpuasa dan membaca kitabullah, hingga tetesan darah pertama tatkala membaca,
فَسَيَكْفِيكَهُمُ
اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.
Al-Baqarah: 137)
Di malam hari sebelum Utsman meninggal dunia, ia bermimpi bertemu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengatakan, “Wahai
Utsman, berbukalah bersama kami.” Dan tatkala
shubuh ia berpuasa dan meninggal dunia di hari itu juga.
Haekal, Muhammad Husain. 2002. Ustman bin Affan Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan. Jakarta : Litera
AntarNusa