Minggu, 04 April 2010

Selamat Jalan Nenek Q Sayang...!!!

Seketika wajahku merah padam mendengar berita itu. Aku nggak tau harus berbuat apa, mau nangis, tapi aku malu. Aku pun berusaha menahan cairan bening di sudut mataku. Ini hanya mimpi, ini hanya mimpi…jeritku dalam hati. Tapi tadi jelas banget terdengar di telingaku, ketika kakak sepupuku diberitahukan oleh papanya dari kampung kalau nenekku telah berpulang ke rahmatullah barusan. Baru 5 bulan aku meninggalkan nenek untuk melanjutkan pendidikanku di Jakarta, sekarang nenek sudah menghadap yang Maha Kuasa. Nenek adalah mama kedua bagiku. Bagaimana tidak, dari kecil aku diasuh oleh nenek, semenjak papaku meninggal 16 tahun yang lalu. Aku tinggal bersama nenek dan datuk. Bahkan ketika mau berangkat ke Jakarta kemarin, sebenarnya aku berat meninggalkan nenek. Sebab, pasti nenek nggak punya teman lagi di rumah. Hanya tinggal berdua dengan datuk. Tapi, ini demi masa depanku. Dengan berat hati, aku pergi sehari setelah pemilu, 8 juli 2009.
Sekarang aku lagi di rumah om, kakak mamaku. Seperti biasa setelah pulang kuliah, aku menunggu tanteku pulang ngajar dari Al-azhar di rumah om. Karena aku tinggal di rumah tanteku di Pamulang. Om sudah sibuk menyuruh Uda Romi, sepupuku untuk mencari informasi tiket ke Padang malam ini. Kebetulan omku punya warnet. Jadi uda Romi langsung mencarinya. Tetapi setelah ditelusuri sana-sini, tiket untuk penerbangan hari ini sudah habis.
Beberapa lama kemudian, tanteku tiba. Dia belum tau berita meninggalnya nenek. Yang dia tau, tadi siang nenekku sakit parah. Aku pun langsung berlari ke arah tanteku yang masih di atas motornya.
“Tan, ne..neneek…hiks…” ucapku terbata-bata dan berusaha untuk tetap tegar.
“Kenapa dengan nenek?”
“Ne..nenek meninggal barusaan…!” aku tak kuasa lagi menahan tangisku.
Mendengar jawabanku, tanteku langsung histeris. Motor yang dipegangnya langsung dilepas begitu saja. Untung saja Uda Romi mengambil alih motornya. Tanteku pun langsung masuk ke rumah om dan menangis sekeras-kerasnya, sambil meronta-ronta di lantai. Sampai dia nggak sadar, kalau tas laptop yang dibawanya belum dilepas.
“Ondeh Maak..tadi aku udah berencana membawa anakku pulang kampung pakai mobilku. Itu kan yang ibu minta dariku akhir-akhir ini? Tapi kenapa amak nggak menunggu akuu…Kenapa amak ninggalin aku secepat inii…?” tanteku terus saja berteriak-teriak. Sepertinya dia tidak bisa memaafkan kesalahannya sendiri. Menyesal dan sangat menyesal. Karena sudah memang 1,5 tahun tanteku nggak pulang kampung.
Kemarin waktu lebaran, tanteku udah berencana pulang, tetapi ternyata dia harus mengikuti prajabnas di kota Tangerang. Jadinya rencana pulang terpaksa dibatalin. Tanteku menjanjikan ke nenek untuk pulang liburan semester 1 ini, sekitar awal Januari 2010, 3 bulan lagi. Nenek bilang beliau sangat kangen sama tanteku. Sampai-sampai nenek pernah bilang, “Kalau kamu nggak bisa bawa anak-anakmu pulang, cukup kamu saja yang pulang dulu,” kata nenekku saking kangennya. Tapi nasi telah jadi bubur, nenekku sudah pergi untuk selamanya dan tidak mungkin untuk kembali lagi.

***
Setelah tanteku agak tenang, omku membicarakan tentang kepulangan kami. Keputusannya, sekarang aku dan tanteku pulang ke Pamulang dan bersiap diri untuk pulang kampung. Nanti om dan Uda Devi, seorang pemuda yang juga dari Padang yang sering main ke rumah omku, akan menyusul kami ke Pamulang. Kami akan diantarkan oleh uda Devi menggunakan mobil tanteku.
Ternyata bumi juga menangis. Hujan deras menemani perjalanan kami menuju bandara Soekarno-Hatta. Uda Devi berusaha menyetir dengan sekencang mungkin. Supaya kami cepat sampai bandara.
Akhirnya, kami sampai jam 19.00 WIB. Om dan tanteku mulai mencari tiket. Tetapi, jawaban mereka, rata-rata sama. Yang intinya menyatakan kalau tidak ada lagi tiket untuk penerbangan malam ini. Tentu saja kami kecewa sekaligus cemas sekali, kalau saja nggak dapat tiket.
Tanteku teringat akan seorang wali muridnya yang pernah membantunya waktu pulang 1,5 tahun yang lalu, waktu nenek sakit parah. Tanteku pun menghubungi ibu Hj. Neny lagi. Barangkali ibu Hj. Neny bisa membantu lagi.
Ibu Hj. Neny bilang, kalau orangnya yang bekerja di bandara, lagi bertugas di Mekah. Tapi dia tetap menghubungi orangnya itu. Kemudian ibu Neny memberikan no hp bapak itu, sebutlah namanya Pak Bayu.
Pak Bayu bilang ke tanteku, dia akan berusaha mencarikan tiket. Tapi sekarang cuma ada waiting list alias cadangan untuk penerbangan dengan pesawat Garuda pukul 06.00 besok pagi.
Berarti malam ini, kami tidur di bandara. Kami pun menuju mobil. Kami semua sudah berharap-harap cemas. Bagaimana kalau kami nggak dapat tiket buat pulang besok? Artinya kami tidak melihat nenek untuk yang terakhir kalinya.
Sekitar jam 22.00, Pak Bayu menelpon tanteku. Dia bilang, kalau ada 1 tiket yang sudah pasti bisa. Tapi pertanyaannya, itu buat siapa dulu? Akhirnya tiket itu dipastikan untuk tanteku. Jadi untuk saat ini, tanteku sudah aman. Dia sudah bisa dipastikan bisa terbang besok. Sementara aku dan omku, masih sebagai waiting list. Harapan kami, ada orang yang membatalkan penerbangannya, sehingga kami bisa menggantikannya.
Ya Allah…tolonglah kami…aku ingin mengantarkan nenekku ke tempat peristirahatan terakhir beliau, Ya Allah…aku yakin Engkau pasti mencarikan jalan yang terbaik buat kami…aku berdo’a dalam hati.
***

Semalam, aku hampir nggak bisa tidur. Aku terus terbayang-bayang wajah nenek. Otak sadarku masih belum percaya apa yang tengah terjadi sekarang ini. Jam sudah menunjukkan angka 04.30 WIB. Kami segera menuju Mushola bandara untuk sholat subuh. Sumpah, ini pengalaman pertamaku tidur di Bandara. Kulihat di sekitar Bandara keliatan sepi.
Di sekitar Mushola, aku melihat banyak jamaah haji yang baru pulang dari tanah suci. Mungkin mereka baru landing, atau semalam juga tidur di bandara karena landing kemalaman. Aku nggak tau deh..
Setelah sholat, kami langsung menuju loket tiket, melihat kabar terbaru. Al hasil, masih sama seperti semalam, belum ada yang mengundurkan diri. Kami menjadi lesu mendengarnya. Kata mbaknya tunggu saja dulu.
Sekarang sudah pukul 05.30, artinya penerbangan tinggal 30 menit lagi. Sementara calon penumpang sudah dipanggil-panggil dari tadi untuk segera memasuki ruang tunggu. Kami masih belum dapat kepastian tentang tiketnya. Jantungku sudah berdetak 3x lebih kencang dari biasanya. Karena kemungkinan aku dan omku bisa pulang itu tipis sekali. Nggak kerasa, tinggal 10 menit lagi. Tanteku bertanya pada omku. Bagaimana ini? Apa dia harus masuk dulu? Tapi omku belum mengizinkan tanteku masuk ke ruang tunggu. Dari luar, kami melihat para penumpang sudah berjalan menuju pesawat.
Ya Allah…apa yang harus aku lakukan? Aku pasrah saja, mungkin sudah takdirku untuk tidak bertemu nenek lagi.
Allah pun menjawab do’a ku, penjaga loket memberitahukan omku, kalau ada 2 tiket yang tersisa, tapi tiket eksekutif. Tanpa berpikir panjang lagi, omku langsung menerima. Tiket yang biasanya hanya berkisar sekitar 400-500 an, kali ini 5x lipat dari biasanya. Tapi tak apa-apa lah, daripada nggak bisa pulang.
Setelah membayarnya, kami langsung berlari- lari menuju bis bandara. Karena memang para penumpang yang lain telah berada di pesawat. Di situ ada sekitar 10 orang yang juga terlambat. Walaupun begitu, kami lega sekali.
Kami pun memasuki pesawat. Baru saja aku masuk, aku melihat seorang pria berjas yang taka sing lagi bagiku. Tapi siapa ya? Setelah berfikir- fakir…Ahaa, itu kan Pak Gamawan Fauzi. Mantan gubernur Sumatera Barat, yang kini menjabat sebagai menteri dalam negeri. Oh my god, aku 1 pesawat sama salah satu pejabat Negara. Sama-sama di eksekutif lagi. Bapak itu duduk di barisan pertama sebelah kanan. Dalam bagian eksekutif itu hanya ada 10 orang. Aku bahagia sekali. Karena, dalam kejadian yang mendesak ini, aku punya kesempatan naik pesawat di bagian eksekutif. Yang tak kan pernah ku rasakan, kalau seandainya gak ada kejadian ini. Pelayanannya sangat special. Pertamanya, masing-masing kita dikasih Koran Kompas. Kemudian dikasih sapu tangan hangat, buat menghangatkan tangan kita. Setelah itu, kita disuguhkan sarapan. Ada omlet, teh hangat, buah, roti,dll. Sungguh, ini pengalaman pertamaku di bangku eksekutif (norak banget,hehhe).
Tapi di balik kesenanganku itu, aku menyaadari, kalau aku ini pulang, bukan dalam rangka mau liburan. Tapi mau melepas kepergian nenek. Hiks, aku sedih lagi. Sekarang nenek sedang terbaring kaku menunggu kedatangan kami.

***
Kami pun landing di bandara Internasional Minangkabau sekitar pukul 7.30 WIB. Perjalanan kami belum berakhir. Untuk mencapai rumah, kami harus naik mobil dulu selama 3 jam.
Di perjalan, aku berfikir, ntar sesampainya di rumah aku harus sabar, berusaha untuk tidak terlalu histeris.
Kami sampai pukul 11.00 WIB. Masih 100 m lagi menuju rumah, tapi aku sudah melihat keramaian di depan rumahku. Di depan rumah sudah terpasang sebuah tenda, untuk para pelayat. Dag dig dug…jantungku kembali berdetak kencang. Mamaku membuka pintu mobil, dan aku pun tak kuasa menahan tangisku. Sambil dituntun mamaku, aku terus menangis sekencang-kencangnya. Bahkan aku tidak langsung dibawa melihat nenekku di atas rumah, karena khawatir aku akan histeris di sana.
Tapi beberapa lama kemudian, aku naik ke atas rumah. Nenek yang melepas kepergianku 5 bulan yang lalu, sekarang sudah tak bergerak lagi ketika aku pulang. Padahal aku ingin mengatakan kepada nenek, bahwa sekarang aku sudah bisa masak. Tidak seperti dulu, dulu aku nggak bisa masak apa-apa. Di Jakarta, aku sudah merencanakan, kalau aku pulang nanti, aku akan pamer ke nenek, kalau aku sudah pintar masak, dan akan masak buat nenek. Tapi sekarang, nenek nggak bakal menanggapi aku,,,Neek..ngomong doong…Itu semua nggak mungkin, aku harus mengikhlaskan kepergian nenek. Selamat jalan, nenekku sayaaang..!!!


Gria Jakarta, 18 Maret 2010, 22.00 WIB,
bercucuran air mata…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makasih ya udah baca blog icha :)
silahkan komentar yaaa :)